Syair Duppa Mata
Duppa mata eru mata
Iyyapa namanyameng nyawana yanu
Iyya’pa naita
Iyya’pa natuju mata
Salah satu ciri intelektualitas orang-orang terdahulu adalah kemampuannya memformulasi bahasa makna. Bahasa yang memiliki kedalaman pengertian serta cita rasa sastra yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peninggalan manuskrip baik dalam bentuk kitab lontara maupun melalui syair-syair paremma, yaitu mantra singkat yang diwariskan dengan amat rahasia.
Kalu kita mencermati salah satu syair paremma di atas, kita akan mendapati paling tidak beberapa hal. Pertama, kesepadanan bahasa yang tertata estetis. Di dalamnya terdapat pengulangan-pengulangan yang bermakna penegasan. Selain itu, pengulangan tersebut tidaklah berarti pemborosan karena meskipun tulisannya kelihatan sama tapi cara membaca yang sarat penekanan justru menimbulkan pengertian yang lain.
Duppa mata berarti bertemu pandang. Eru mata berarti kerlingan mata. Jadi suku kata pertama adalah bertemunya pandangan mata sedang yang kedua menegaskan cara pertemuan dalam bentuk kerlingan mata. Iyyapa namanyameng nyawana dapat diartikan bahwa nanti perasaan obyek yang dipandang itu akan diliputi kenikmatan jika Iyya’pa naita (ketika saya yang dilihat), iyya’pa natuju mata (nanti saya yang dipandang ). Iyyapa dan iyya’pa adalah dua kata yang tulisannya dalam aksara lontara sama tetapi memiliki makna yang berbeda.
Kedua, syair paremma tersebut dapat digolongkan ke dalam mantra pemikat. Kekuatannya terletak pada kemampuannya membangkitkan energi pembacanya. Dengan padanan bahasa yang estetis dapat menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan diri tersebut memicu pergerakan energi dalam diri pemakainya.
Ketiga, Pergerakan energi tersebut berputar dalam tubuh sebagaimana dalam teknik meditasi Tao. Meskipun energi tersebut masih tergolong kasar tetapi memiliki daya hipnotis yang luar biasa. Pertemuan pandangan mata memungkinkan terjadinya transfer energi ke lawan jenis dengan amat sangat cepat. Mengingat mantra tersebut mengharuskan adanya penyebutan nama obyek yang dipandang. Pengiriman sinyal energi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya respon keselarasan pergerakan energi sang obyek.
Teori pergerakan energi memang dapat dijadikan sebagai justifikasi terhadap kekuatan syair paremma. Sakralitasnya tidak saja terletak pada kekuatan syair itu tetapi juga pada prosesi pendahuluannya. Seseorang yang berkeinginan berguru kepada orang-orang yang otoritatif harus menjalani serangkaian ritual. Biasanya pengajar mantra adalah orang-orang yang telah terbukti mengamalkan ilmunya. Hal ini dapat diklasifikasi dalam berbagai tingkat penguasaan yang berbeda. Ada yang khusus diakui otoritasnya dibidang pemikat sukma yang ditandai dengan banyaknya istri. Ada yang khusus pada pengobatan. Ada juga yang spesifik pada ilmu hitam, bahkan ada yang menguasai semuanya. Oleh karena itu guru-guru syair biasanya berfungsi juga sebagai sanro (dukun) dalam masyarakat.
Prosesi pendahuluan yang mengawali penerimaan mantra tersebut biasanya diawali dengan baiat. Baiat disini dilakukan diatas sepotong kain putih. Upacara penerimaan ini secara langsung berpengaruh secara psikologis terhadap penerima. Sugesti ritual penerimaan itu semakin diperkuat dengan keharusan maccera (mengorbankan darah hewan seperti ayam kambing dll).
Syair duppamata sebagaimana yang telah diulas diatas sebenarnya masih merupakan ilmu pemikat sukma yang berada pada level rendah. Hal ini karena aktualisasinya masih mengharuskan pertemuan fisik yang berubah menjadi hipnotis. Syair tampa angkalungung (syair pukul bantal) bisa dianggap berada setingkat lebih tinggi di atasnya. Karena tampa angkalungung cukup menggunakan simbol bantal untuk melontarkan energi ke obyek yang dituju. Meskipun demikian syair duppa mata bisa dianggap sebagai pengantar untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi.
Duppa mata menegaskan komunikasi antara subyek yang memandang dengan obyek yang dipandang. Ketika transfer energi itu berhasil mencapai tingkat penyelarasan energi maka keduanya berubah menjadi subyek yang memandang. Penyelarasan energi ini memungkinkan terjadinya ketertarikan yang responsif. Dan disinilah ukuran keberhasilan aktualisasi syair tersebut. Barangkali inilah yang menyebabkan sehingga ada perintah untuk menundukkan pandangan dalam kitab suci. Karena pandangan biasa saja bisa berakibat jatuhnya hati apalagi jika disertai dengan sugesti hipnotik syair paremma duppa mata.
Tamalanrea Writing Institute (Lettepareppa)
Wednesday, November 22, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment